Rabu, 18 Maret 2009

PECI OH PECI

Yup...kita tentu sudah tahu apa itu peci. Benda hitam yang sering bertahta di kepala bapak-bapak pejabat, kyai, imam sholat, ataupun mereka yang hadir di pengajian2. Sangat populer di mata kita.

Tapi apa pernah terpikir oleh kita, darimana asal usul si peci ini berasal. Terkesan kurang kerjaan yah? Tapi menyenangkan juga mengetahui sejarah, hal ikhwal barang-barang remeh seperti ini.

Peci, tak disangkal lagi identik dengan mereka yang memeluk agama Islam. Karena tiap orang yang memakai peci "pasti" kalau ditanya jawabannya dia beragama Islam. Bahkan masyarakat Jawa Barat khususnya Betawi umumnya mengklaim Peci adalah budaya mereka yang notabene mayoritas Islam. Jadi diambil analogi Peci = Islam

Nah, mari kita lihat kebelakang sejenak. Budaya berpeci ini ternyata berakar dari melting pot budaya pada waktu penjajahan Belanda. Sebuah blog :http://telengas.multiply.com/journal/item/15/Peci_Simbol_Kebangsaan_Bukan_Keagamaan menuturkan bahwa strategi pecah belah Belanda waktu itu sukses dengan mengkotak-kotakan masyarakat sesuai dengan warna kulit, ras, suku bangsa, dan agama. Lebih lanjut, blog tersebut menjelaskan bahwa seiring dengan pertumbuhan penduduk, sekat buatan VOC bobol di sana-sini. Pemeluk Kristen tidak melulu Eropa. Pemeluk Islam tidak melulu Bumiputra. Ada budak yang diseranikan dan dimerdekakan, lantas menjadi kelompok tersendiri yang disebut Mardjikders. Ada pendatang Tionghoa yang kawin-mawin dengan Bumiputra.

Nah, dari penjelasan ini maka ketika sebuah peci dipakai oleh masyarakat etnis atau agama tertentu maka akan sangat wajar sekali. Ini dikarenakan banyak sekali perkawinan silang antar budaya waktu itu.

Kita ambil contoh budaya Betawi. Blog rujukan saya menjelaskan silang-genetik disusul silang-budaya. Dari musik sampai pakaian adat Betawi sarat pembauran. Musik khas Betawi banyak dipengaruhi Portugis. Pakaian penganten Betawi mengambil tradisi Tionghoa. Bahasa yang dipakai masyarakat Betawi banyak menyerap Melayu-Pasar (Melayu Tionghoa). Jadi jangan heran bila melihat upacara gereja Kristen di Betawi memakai aksesoris Betawi. Upacara itu cuma kelanjutan tradisi yang pernah dirintis oleh leluhur mereka di awal pembentukan suku Betawi yang kosmopolis

Dari sini bisa kita lihat, betapa sebuah peci harusnya tidak dipandang sebagai simbol agama tertentu, karena alasan akulturasi di negeri ini. Peci ini tak lebih dari sebuah simbol nasionalisme. Sejarah telah berbicara peci adalah pengikat kebangsaan pada waktu era perjuangan abad 20. Peci adalah simbol perlawanan. Mereka merasakan satu jiwa, yaitu sama-sama berjuang demi Indonesia, terlepas dari agama apa atau etnis mana mereka.

Hal ini akhirnya diwariskan kepada semua pejabat-pejabat negara Indonesia khususnya yang laki-laki wajib memakai peci ketika ada acara- acara resmi.

Itulah sekelumit tentang Peci.

Hidup PECI !!! :-)

Kamis, 18 Desember 2008

KODOK SEBAGAI INDIKATOR PERUBAHAN IKLIM




Suatu ketika aku melihat artikel tentang Kodok. Dan aku baru tahu kalo Kodok dan Katak itu beda, Menurut beberapa sumber yang ada ada perbedaan antara keduanya. Seperti yang ku kutip dari http://sains.wordpress.com/2008/01/16/samakah-katak-dengan-kodok/ bahwa katak dan kodok itu memang mirip tapi jelas sekali bedanya. Berikut penuturannya :


Katak memang sangat mirip dengan kodok. Karena punya banyak kesamaan, saintis pun memasukkan keduanya ke dalam keluarga besar Anura (amfibi tak berekor).

Meski mirip, katak dan kodok adalah dua jenis hewan yang berbeda.

Bila memang keduanya berbeda, bagaimana kita membedakan katak dengan kodok? Apa ciri umum yang membedakan keduanya?

Ciri umum katak (frog):

* tubuh langsing
* kulit basah (lembab), tipis, dan halus
* kaki panjang, sehingga dapat membuat lompatan yang jauh

Contoh katak: Rana esculenta, Rana tigrina.

Ciri umum kodok/bangkong (toad):

* tubuh lebar (besar)
* kulit kering, tebal, dan kasar
* kaki relatif pendek yang menjadikan lompatannya hanya berjarak pendek

Contoh kodok: Bufo americanus, Bufo marinus.

(by: adi.nugroho on: 16 Januari 2008 )

Kodok dan perubahan lingkungan

Bahkan Kodok juga bisa digunakan sebagai indikator yang relatif mudah terhadap perubahan lingkungan. Hellen Kurniati seorang peneliti Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI dalam blognya http://teknologitinggi.wordpress.com/2008/12/17/kodok-adalah-binatang-paling-rentan-terhadap-perubahan-cuaca-dan-akan-punah-paling-awal mengatakan bahwa kodok adalah kelompok binatang yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan, seperti polusi air, perusakan hutan, ataupun perubahan iklim. Karena kepekaan mereka, amfibi dapat dijadikan indikator perubahan lingkungan.
Hal ini mudah saja dan logis. Ketika terjadi perubahan pada iklim, maka si kodok akan kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Hanya sedikit yang bisa bertahan, akhirnya mereka akan punah sedikit demi sedikit.
Dalam hal ini Hellen juga mengatakan bahwa ancamana utama yang dihadapi kodok adalah hilangnya habitat, polusi lingkungan, pemanfaatan dan penyakit yang diakibatkan oleh jamur dan virus.
“Kerusakan hutan di Pulau Jawa juga berdampak pada status jenis kodok yang terdapat di dalamnya, terutama jenis-jenis yang endemik, yang tidak terdapat di pulau lain,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, di Jakarta, Selasa (25/11).

Tindakan

Kita sudah banyak melihat sisi gelap perkembangan industri. Semua yang menawarkan kemajuan ternyata diiringi oleh kevakuman tentang kelestarian lingkungan. Semua sudah cuek. AKhirnya yang dirugikan adalah mahluk hisup lain, yang lambat laun akan menimpa kita juga. Makanya sedini mungkin kita berupaya buat selalu "takut" pada kerusakan yang mungkin akan terjadi nanti. Perubahan iklim dan cuaca yang begitu ekstrim sudah kita rasakan. APa yang harus kita lakukan ?....
Rawat lingkungan sekitarmu SEKARANG JUGA